Sabtu, 31 Desember 2016

Flashback

Ceritanya lagi beberes isi laptop. Tapi namanya beberes, nggak mungkin kan langsung delete gitu aja tanpa dilihat atau dibaca dulu ini masih perlu atau engga? Dan itu berarti saya harus nanggung resiko flash back ke masa lalu. Jawabannya tentu saja aka nada rasa galau melanda *ahelah

Saya beli laptop ini sekitar tahun 2010. Mau beli yang baru tapi ngerasa nggak begitu butuh banget soalnya jarang saya pakai. Palingan hanya buat nulis dan nonton film doang. Buat kerjaan udah ada pc di kantor dan saya nggak pernah bekerja di luar jam kantor. Kalaupun harus di luar jam kantor itu berarti saya lembur dan kerjaan saya kerjakan pakai pc kantor.

Kemarin saya ngopy film lumayan banyak dari hard disk adek saya. Dan sekarang memory laptop saya udah mulai merah jadi harus diberesin isinya. Dipilah pilih mana yang masih harus disimpan mana yang sudah seharusnya saya hapus.

Foto-foto selalu jadi incaran saat beberes laptop karena fotolah yang mendominasi isi laptop saya disamping lagu dan film hehe.

Saat pertama saya buka folder bersisi capture-an tahun 2012, kegalauan saya dimulai. Kalian yang kenal saya banget pasti tahu itu masa kegalauan saya. Lucunya, sekarang saat saya baca saya malu sendiri. Kok saya bisa selebay itu, ya? Maklumlah anak remaja *alah (ngaku kalau udah tua, ceritanya). Tapi masa-masa itu membuat saya mengerti siapa orang-orang yang selalu ada untuk saya yang Alhamdulillah masih stay hingga sekarang.

By the way, meski semua hal itu telah lewat, saya menyadari luka itu belum sembuh. Masih ada rasa sakit di dalam ketika membaca semua pesan itu satu per satu. Ketika mengingat kejadian itu keping per keping. Luka itu masih ada. Apakah itu artinya saya belum bisa memaafkan? Entahlah. Apakah artinya saya belum move on? Saya nggak tahu. Apakah itu artinya saya ingin dia kembali ke hidup saya? Oh, kalau yang satu ini tentu tidak. Banyak hal di 2015 yang membuat mata saya terbuka lebar dan menyadari betapa bodohnya saya. Tapi, entah kenapa, saya ingin satu hal. Saya ingin melihat, dia, yang udah buat saya patah hati, sakit hati, nangis berhari-hari, sakit muntaber-radang-thypus, hingga IP saya dua koma. Saya pengen banget lihat dia. Nggak akan saya apa-apain, cuma mau lihat aja, gitu.

Berlanjut ke capture 2013, yang paling saya ingat capture-an dari Dinda. Dia ngasih tahu saya kalau saya itu tipe orang insting (ada lima type: sensing, thinking, insting, instuition, feeling). Itu berarti saya otak tengah, kanan 50%, kiri 50%. Hal itu membuat saya bisa apa saja, tapi karena itu saya jadi gampang bosan. Yes, it’s true! Dia bilang gitu ke saya setelah kenal saya beberapa lama. Dia sadar dari sifat saya yang gampang emosian, tapi juga cepet redanya, responnya cepat, punya banyak kepribadian jadi susah ditebak. Mwihihi. Kalau kalian pernah baca salah satu postingan saya, yang judulnya What is Happiness, itu dia yang bilang. Tujuan saya hanya satu: bahagia. Pokoknya apa aja saya lakuin biar saya seneng, hihi.

Berlanjut ke 2014 yang isinya kalimat-kalimat motivasi, biar saya nggak nyerah, sama capture-an jadwal interview saya di sana-sini.

Dan ketika buka folder 2015 lah saya galau lagi. Ada capture-an dari seseorang. Seseorang yang berhasil membuka mata saya, bahwasanya selama ini saya bego, banget. Seseorang  yang menjadi motivasi saya untuk tetap bertahan, untuk tetap hidup. Seseorang yang membuat saya mikir, “Kamu selama ini ke mana aja sih? Saya nyariin kamu.” Dan seseorang yang pernah saya harapkan untuk jadi yang terakhir tapi ternyata Allah belum mengizinkan. Dia membuat saya terluka, tapi saya sadar, dia juga pernah membuat saya bahagia. Terima kasih kamu, ya. Untuk pernah datang ke hidup saya, membuat saya bahagia, membuatku menyadari bahwasanya tidak ada yang tidak mungkin, dan bahwasanya saya berharga. Terima kasih, sekali lagi. Terima kasih, untuk semuanya.

Dan ternyata, besok udah 2017 aja, ya. 2016 ini, ah, sudahlah. Tahun yang lumayan berat buat saya. Apa saja yang terjadi sama saya di tahun ini dan apa resolusi saya untuk 2017 saya ceritakan kapan-kapan, ya, hehe. Terima kasih sudah membaca J

Regards,

Karra

Rabu, 23 November 2016

Night Conversation

Berawal pada hari Kamis, 17 November kemarin, ketika aku keluar dari sebuah minimarket, aku seakan melihat sesosok manusia yang sudah amat lama aku kenal. Lalu dia terlewat begitu saja setelah aku melihat plat nomor kendaraannya. Ada rasa ingin teriak memanggil namanya, yang namun pada akhirnya aku urungkan karena takut salah orang dan malu dilihatin orang sekitar.

Sampai kosan aku berusaha mencari kontaknya dari teman-temanku, lalu ku kirimkan pesan teks padanya menanyakan apakah dia barusan lewat daerah kosku. Tak ada balasan pada malam itu.

Keesokan harinya, dia membalas pesanku, menanyakan aku siapa, hal yang menurutku wajar karena saat ini ketika orang berganti hp, ratusan bahkan ribuan kontak lenyap sudah. Kami pun akhirnya berbalas pesan, hingga akhirnya pada malam harinya mengadakan pertemuan. Dan itu berarti, aku gak salah lihat orang.

Sesampainya kami di tempat makan, kami seakan tak kekurangan bahan pembicaraan, ada saja yang kami bahas, hingga akhirnya dia mengeluarkan pertanyaan, "Kita udah berapa lama ya nggak ketemu?"

"Semenjak lulus SMA kayanya." Aku berpikir sejenak, lalu aku ralat, "Eh enggak, pas kita kuliah kita ada reuni, tapi kita nggak ngobrol banyak."

Dia mengangguk-angguk dan aku tahu ada sesuatu yang dia pikirkan.

Lalu aku bertanya, "Emang kenapa?"

"Kamu berubah, banyak."

Aku mengernyitkan dahi. "Masa sih? Bukannya aku dari dulu begini?" Aku diam sejenak. Lalu kulanjutkan, "Atau aku emang berubah tapi aku nggak sadar ya?"

Ada hening sejenak diantara kita.

Dan aku pun penasaran. "Emang aku dulu kaya gimana?"

Dia terlihat berpikir sejenak, lalu berkata, "Hmm, ini penilaianku loh ya, jangan marah loh ya."

"Iya. Nggak papa," jawabku.

"Ika yang ku kenal dulu tuh, ika yang manja, yang disayang banget sama orang tuanya, yang apa-apa keturutan, yang ketika mau cerita sesuatu ke kamu tuh kaya 'alah ika ini gatau susahnya ngedapatin sesuatu'. Gitu. Ngerti kan maksud aku?"

Aku pun tertawa mendengarnya. Dalam hati sebenernya aku seneng, sebahagia itukah hidupku di mata orang lain? Tapi beneran deh ya seneng banget karena sesungguhnya aku pengen itu yang dilihat orang dari aku. Hidup aku ya seneng-seneng aja nggak ada susahnya. Ngapain juga kan sedih diumbar-umbar?

Ketahuilah ada penyesalan saat ini ketika aku gegalauan di fb, twitter, tumblr, dan blog ini. Tapi ya namanya manusia kadang pengen ngeluapin sedihnya juga kan ya.

Aku mungkin nggak secara langsung sadar kalau berubah, sih. Tapi aku percaya satu dua dan banyak hal yang terjadi di hidupku pasti secara nggak langsung ngerubah aku, pola pikir aku, dan kelakuanku.

Malam itu, aku belajar banyak banget hal dari dia. Malam itu berarti banget karena finally aku ngerasain lagi yang namanya punya teman yang bisa diajak sharing yang nggak ngejudge ini itu dan beneran ngedengerin dan mahamin.

Kami ngobrol dari setengah 8 sampai jam 11 malam. Aku sampai kos sekitar jam setengah 12, beberes kamar dan packing sampai jam 1, tidur setengah 2, dan bangun jam 3 karena ditelpon sopir taksi. Jam 4 pagi aku udah sampai bandara. What a day! Tapi entahlah, aku seneng banget punya temen ngobrol malam itu.

Dan ini seriusan sih, hidupku emang amat sangat harus disyukuri banget-banget karena apa yang terjadi di aku mungkin nggak ada apa-apanya dibandingin apa yang udah selama ini dia lewatin. Emang dasar ya, manusia sering lupa kalau masing-masing dari kita punya jalan sendiri-sendiri untuk dilewati dan dilalui. Percaya deh, Allah itu Maha Adil, kok. Jadi ya nggak perlu iri sama jalannya orang lain, gitu. Dan nggak usah ngejudge karena kita gatau jalan apa yang uda dia lewatin. Kita kenal dia di usianya yang ke 23 misal. Selama 23 tahun, kita gatau apa aja yang uda terjadi sama dia. Jadi ya nggak usah ngejudge seenaknya, gitu.

And last but not least, tadi aku nemuin tulisan Bara di twitter dan ini aku suka banget. Isinya, "Apa yang Mbak lihat dari seseorang adalah apa yang seseorang itu pilih untuk Mbak lihat, dan ada alasan kenapa seseorang tidak memperlihatkan hal-hal tertentu."

See you on the next post!

Senin, 23 Mei 2016

Ada Apa Dengan Cinta? 2

Finallyyyyyy! Mission completed!



Bukan, misi gue bukan nonton film AADC 2. Tapi misi gue adalah nonton sendirian. Iya, nonton sendiri di bioskop.

Suatu hari gue pernah berpikir, gue udah biasa ngemall sendiri, ngafe sendiri, makan sendiri, jalan-jalan sendiri, tapi kok gue belum pernah ya nonton sendiri? Semenjak hari itu gue bertekad mau nonton film sendiri suatu hari nanti dan ankhirnya hal itu kesampaian hari Sabtu (21 May 2016) kemarin.

Ada rasa bahagia tersediri ketika gue bisa nonton sendiri. Kayanya besok-besok gue bakal lebih sering nonton sendiri haha. Asyik juga ya ternyata.

Gue emang udah lama banget nggak nyenengin diri sendiri. Tiket nonton yang lebih mahal dari harga di Semarang pun bukan masalah. Setelah nonton pun gue tetep makan sendiri di mall (sesuai rencana gue untuk nonton lalu makan) dan dilanjutkan dengan belanja baju (kalau ini nggak sengaja).

Sendiri bukan masalah buat seneng-seneng kan? Sendiri bukan masalah untuk bahagia kan?

Bahagia ya rasanya ketika sudah bisa berdamai dengan kenyataan. Menerima apa yang terjadi dan berusaha sabar dan ikhlas untuk melewatinya. Rasanya udah lama sekali gue tak merasakan perasaan selapang ini. Jadi ingat masa lalu. Rasa yang dulu pernah gue alami.

Sedikit tentang AADC 2, ada segelitik pertanyaan dalam benak gue.

Suatu hari gue pernah ngobrol sama teman gue dan kebetulan sekali kita punya prinsip sama yaitu nggak akan pacaran sama mantannya temen sendiri (sahabat sendiri, temen yang deket gitu, bukan sekedar kenalan tahu nama) entah itu mantan gebetan atau mantan pacar. Tapi suatu ketika timbul pertanyaan dari kita berdua, "kalau jodohnya itu gimana?"

Rangga dan Cinta.

Entah itu cerita tentang gagal move on, terjebak nostalgia, atau destiny? Gue sendiri masih nggak ngerti sih definisi gagal move on itu gimana. Masa cuma punya pacar baru atau belum? Dalamnya hati seseorang kan nggak ada yang tahu ya. Kalau terjebak nostalgianya sampai bikin Cinta ninggalin Trian, itu jahat nggak sih?

Seandainya ya, ada parameter yang jelas tentang move on, nostalgia, dan takdir. Tapi bukan cinta namanya kalau ada parameter ini itu kan ya?

Terlepas dari pertanyaan nggak jelas gue itu, gue tetep suka sama AADC 2. Menurut gue ini bukan film romantis sih, tapi lebih ke lucu gokil gimana gitu. Selama nonton gue lebih sering ketawa ngelihat tingkah kocak para pemainnya. Apalagi waktu Cinta balik lagi nemuin Rangga setelah deseu nampar Rangga. Atau pas Cinta sok-sok nggak peduli sama Rangga tapi tanya ke Carmen, "Terus dia bilang apa lagi?" Dan juga adegan Cinta ngebenerin make up nya dulu sewaktu Rangga belum masuk mobil. Kaya gitu kok masih nggak peduli ~ hihihi

Well, intinya gue sudah bisa berdamai dengan kenyataan dan semoga bisa terus menerus berlapang dada biar gampang bahagia. Berjanji ke diri sendiri bakal lebih sering jalan-jalan biar seneng. Uang kan bisa dicari, shopping is cheaper than psychiatrist. Management keuangan diatur bisa, kok. Dan semoga gue bisa segera menemukan 'Rangga nya saya' seperti halnya Cinta. Aamiin.

Tangerang, 23 May 2016

Rabu, 09 Maret 2016

Supernova dan Cinderella



Di sini saya tidak akan membahas tentang serial Supernova. Saya yakin sekali sudah ada banyak blog yang membahas tentang Supernova dari seri awal--Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh--hingga paling akhir--Inteligensi Embun Pagi. Saya tidak akan menceritakan betapa kagumnya saya dengan sosok Diva atau yang dikenal sebagai Bintang Jatuh dan juga Thomas Alfa Edison Sagala--Gelombang.

Alasan saya menulis postingan kali ini adalah, ada dua buah paragraf yang cukup menggelitik hati saya ketika membaca Supernova - Inteligensi Embun Pagi.

Percakapan terakhirnya dengan Kas pun mengiang. Sulit bagi Zarah untuk percaya bahwa rangkaian peristiwa dalam hidupnya adalah jalur yang terbaik. Namun, detik itu akhirnya Zarah memahami ke mana semua pilihan itu bermuara.
Masa lalu, masa depan, dan masa kini melebur dan menggenapinya. Zarah memejamkan mata. Tak ada waktu dan tempat lain yang ia inginkan selain saat ini, di dalam dekapan seseorang yang akhirnya mengizinkan Zarah merasa sungguh memiliki segalanya. - Inteligensi Embun Pagi

Sabtu, 13 Februari 2016

Time Flies

It’s funny how day by day, nothing changes. But when you look back, everything is different.


Pernahkah kau ketika akan beranjak tidur, sambil memandang langit-langit kamar, kau berfikir bahwa waktu berjalan dengan cepat? Memory masa lalu tiba-tiba terputar ulang di kepalamu.

Masa ketika kau masih kecil ketika kau merengek dibelikan mainan atau coklat kesukaanmu. Masa ketika kau berseragam merah putih dan menjahili teman-temanmu. Masa ketika kau tak lagi mau dianggap anak kecil karena telah berseragam putih biru ketika mungkin kau mulai mengenal apa itu jatuh cinta. Masa ketika kau mulai beranjak dewasa karena kini seragam putih abu-abu dengan bangganya kau kenakan dan kamu mulai berfikir akan jadi apa kamu nantinya. Kau akan berfikir tentang banyak profesi yang kemudian akan menjadi pertimbanganmu mengenai jurusan apa yang nantinya akan kau pilih kelak di bangku kuliah. Dan percayalah, putih abu-abu adalah masa terindah dalam perjalanan panjang pendidikanmu, karena dunia kuliah dengan baju bebas yang kau impikan dari dulu tak seindah yang kau bayangkan. Itu pendapatku.