Minggu, 08 April 2012

Tentang Angkot





Well, angkutan kota atau biasa di kenal dengan angkot emang nggak bisa lepas dari kehidupan gue. Bagaimana tidak? Dari kecil gue udah biasa naik angkot. Kalo gue sama nyokap mau jalan-jalan dan bokap nggak mau nganterin ya gue sama nyokap naik angkot. Disamping waktu itu motor cuma ada satu, nyokap gue sampai detik inipun nggak bisa yang namanya naik motor (―˛―")

Sampe gue SMA pun gue masih naik angkot, begitupun waktu kuliah semester-semester awal. Gue baru pake motor sendiri kuliah semester  4. Itupun setelah bertahun-tahun merayu bokap gue biar di ijinin naik motor. Susah banget pokoknya dapetin ijinnya. Soalnya kelas 3 SMP—gue mulai bisa naik motor kelas 6 SD—gue pernah kecelakaan waktu naik motor, dan itu berakhir fatal. Adek gue yang ngebonceng gue waktu itu kakinya patah, alhasil dia harus di kursi roda setahun lamanya. I’m so sorry my beloved sista *masih merasa bersalah sampai sekarang*. Dan gue waktu itu mengalami gegar otak ringan. Efeknya? Gue gampang sakit, punya masalah dikit aja langsung pusing, terus tepar beberapa hari, dan dengan gampangnya berat badan gueturun (kalo yang bagian ini agak menguntungkan juga sih, gue nggak perlu capek-capek diet (―˛―")

Oke, disini gue bakal share pengalaman gue ber-angkot ria. Sebenernya sih pengalaman gue tadi sore. Ada beberapa pengalaman sih, tapi yang lain gue simpen dulu ya :p

Begini ceritanya…

Tadi sore gue balik dari Salatiga, menuju Semarang karena memang itulah yang selama ini terjadi hampir tiga tahun ini. Gue harus bolak-balik Salatiga-Semarang dikarenakan asal gue Salatiga tapi saat ini gue sedang menuntut ilmu di Semarang. Mudah-mudahan membawa berkah buat keluarga gue nantinya. Amin ya Allah.

Nah, ada beberapa cara agar gue bisa sampai kosan:
1.       Naik bus dari salatiga – turun di ADA Swalayan – minta jemputan – sampai deh dikosan
Tapi cara ini jarang gue pakai, gue paling nggak suka ngrepotin orang, kalo nggak kepaksa banget ya gue nggak mau.
2.       Naik bus dari salatiga – turun di ADA Swalayan – naik angkot sampai patung kuda – minta jemputan :p
Dan ini juga jarang gue pakai. Pokoknya segala sesuatu yang mengharuskan gue minta tolong sama orang sebisa mungkin bakal gue hindari.
3.       Naik bus dari salatiga – turun di ADA Swalayan – naik angkot sampai patung kuda – naik angkot sampai jalan tembalang selatan – jalan sampai kosan
Iya, kosan gue nggak pinggir jalan pas turun angkot, jadi kos gue di perumahan gitu, perumahannya di pinggir jalan yang enggak di lewatin angkot. Mau gue gambarin denahnya tapi gue males hehe. Dan karena pada dasarnya gue orangnya males jalan, gue agak malas naik angkot, gue lebih sering menggunakan cara yang no 4 yaitu
4.       Naik bus dari salatiga – turun di ADA Swalayan – naik angkot sampai patung kuda – naik ojek – langsung depan kosan :p
Walaupun agak mahal tapi gue nggak usah capek-capek jalan kan?
 Masih ada satu cara lagi yaitu
5.       Naik bus dari salatiga – turun di ADA Swalayan – naik taxi – sampai depan kosan
Cukup nyaman emang karena nggak perlu oper-oper tapi kalo nggak kepaksa gue ogah, sayang uangnya (ˇ_ˇ’!l)

Dan tadi sore waktu gue pulang dari salatiga, sewaktu gue masih di bus, hujan turun dengan lebatnya, dan gue nggak bawa paying. Perfect!  Gue pun memikirkan gimana nanti setelah gue turun dari bus? Nggak mau repot gue milih cara no 5. Taxi! Jadi habis turun dari bus gue nunggu taxi, lalu ada bapak-bapak yang biasa nyariin taxi nanyain gue, “Mau naik taxi mbak? Emang mau kemana?” tanyanya. “Tembalang Selatan, Pak” jawab gue singkat. “Minimalnya 20 ribu mbak, gimana?” lanjutnya kemudian. “Saya nunggu hujan reda kok, Pak” dan gue bohong! Kenapa? Karena gue mikir ulang, 20ribu tuh sayang loh, gue bisa makan dua hari, maklum anak kosan, jiwa pelitnya begitu tinggi. Biasanya gue naik taxi dari situ ke kos cuma 15, kenapa jadi 20? Selisih 5ribu sih, tapi itu bisa gue pake buat bayar parkir di kampus selama 10 hari! *Kar, pelit lo emang ya*

Berfikir dan berfikir. Gue gimana pulangnya? Galau pun mendera *please Kar nggak usah lebay*. Gue pun menunggu hujan reda, tapi masalahnya sampai kapan gue betah nunggu? Gue pun memutuskan untuk naik angkot dan lalu naik ojek kaya biasa. Nggak papa lah kehujanan dikit, gue nggak boleh manja! Sampai di patung kuda, gue turun lalu bergegas menuju ke pangkalan ojek. Tapi sebelum ke pangkalan ojek, gue berteduh dulu di sebuah counter handphone. Di sini, gue galau lagi. Yakin nggak ya mau naik ojek sementara hujan main kroyokan gitu. Apalagi badan gue lagi nggak fit dan bentar lagi gue exam. Gue nggak mau tambah parah. Kalo naik angkot, gue perlu jalan beberapa ratus meter untuk sampai di kosan—tanpa payung. Sama aja hujan-hujan kan?

Oke, gue putuskan naik angkot. Nggak papalah kehujanan beberapa ratus meter. Sekali lagi, gue nggak boleh manja! Gue pun milih duduk di depan. Gue nggak ada maksud pdkt sama abang-abang angkot ya. Beneran nggak ada! Tapi ada satu misi yang harus gue jalankan.

Setelah penumpang penuh, angkot jalan. Setengah jalan, penumpang pada turun, tinggal 4 orang termasuk gue. Angkot jalan lagi, turun satu lagi, tinggal 3 termasuk gue. Nah, gue pun memeberanikan diri ngomong sama bapaknya, “Pak, nanti tolong angkotnya masuk di Tembalang Selatan ya,” kata gue kemudian setelah ngobrol-ngobrol ringan sama bapaknya. “Iya mbak, tapi terakhir ya,” jawabnya. “Iya pak, nggak papa,” dengan senyum sumringah ceria gembira bahagia karena gue nggak harus hujan-hujan! :D

Singkat cerita, gue di anterin bapak angkot sampai depan kosan! Bayar 5000 perak! Nah lo, lumayan kan ngirit 15000 daripada gue naik taxi. 15000 bisa gue pake buat makan atau ngeprint tugas atau beli bensin buat 2 minggu! :D

Makasi bapak angkot ! :D

*Eh gila lo nyet, cerita panjang lebar gini intinya gini doang?
*Iya, emang kenapa?
*Gue pikir apaan
*Ahahai salah siapa mau baca :p

Jumat, 06 April 2012

Between a Kite and Dreams





Pagi tadi, gue ke bawah, nyusul papa karena gue mau pulang ke salatiga bareng papa. Mengingat uang di dompet gue yang emang lagi sekarat, dengan gue nebeng papa lumayan membantu lah.

Sampai di tempat papa gue nggak langsung pulang, gue harus nunggu papa sampai kerjaan papa selesai. Daripada gue suwung nunggu sendirian di mobil, gue memilih duduk di emperan rumah salah satu warga yang deket sama parkiran. Kebetulan di deket situ ada halaman yang cukup luas tempat anak-anak kecil main layang-layang. Gue mengamati mereka satu persatu, mengamati keceriaan, kegembiraan, dan kegigihan yang nampak di wajah mereka.

Setelah sekian menit mengamati, gue melihat ada beberapa korelasi antara cita-cita dan bermain layang-layang.

Ada banyak anak yang bermain layang-layang, tapi hanya 4 anak yang berhasil menyita perhatian gue. Karena gue nggak tahu nama mereka, nggak sempat kenalan juga tadi, maka sebut saja mereka A, B, C, dan D.

Pada awalnya ada 3 orang yang bermain, A, B, dan C. Mereka berusaha bersama-sama menerbangkan layang-layang masing-masing. Sama seperti semua orang yang punya mimpi, harapan, dan cita-cita. Semuanya berusaha keras untuk meraih cita-cita dan impian mereka.

Saat masing-masing tengah berusaha, tiba-tiba layang-layang A robek. Hal itu berarti dia tak bisa menerbangkan layang-layangnya lagi. Dia bisa main layang-layang lagi kalo dia mempunyai layang-layang baru. Dan itu berarti dia harus membeli layang-layang baru yang nantinya bisa ia terbangkan. Untuk membeli layang-layang baru dibutuhkan uang. Sama seperti seseorang yang mungkin ingin melanjutkan sekolah tapi tak mempunyai biaya. Untuk melanjutkan sekolah dia mungkin harus menunggu tahun depan atau mencari beasiswa untuk membiayai sekolahnya. Dan mendapatkan beasiswa juga bukan hal yang mudah. Harus ada usaha. Intinya, ada beberapa orang yang engga seberuntung gue, yang bisa menikmati bangku kuliah.

Setelah layang-layangnya robek, si A pun pulang. Sedangkan B dan C masih terus berusaha dan berusaha. Saat itulah si D datang. Dia lalu mencoba menerbangkan layang-layang B dan dengan mudahnya layang-layang itu terbang tinggi ke langit biru yang begitu indah. Realitanya, nggak banyak orang seperti D yang dengan mudahnya menerbangkan layang-layang. Sama halnya dengan hidup ini, nggak banyak orang yang bisa meraih cita-citanya dengan mudah. Dengan hanya sekali mencoba, dan dengan hanya sedikit pengorbanan.

Setelah itu si D kembali memberikan layang-layangnya pada B, sedangkan C masih berusaha. Sama seperti seorang pekerja yang hanya membuat pemilik perusahaan semakin kaya, sedangkan dia tetap stuck di tempat. Di dunia ini terkadang banyak orang kaya yang tak bisa mengurus bisnisnya dengan baik, dan dia membutuhkan orang lain untuk membantunya menjalankan bisnisnya. Itu tergambar saat B yang mempunyai layang-layang yang dia ngga bisa menerbangkan layang-layangnya dan dia perlu bantuan D yang engga punya layang-layang tapi bisa menerbangkan layang-layang dengan mudah.

Layang-layang B terus terbang tinggi, sementara C masih berusaha. Dan D, enggan untuk membantu C. Sama seperti beberapa orang yang hanya punya modal mimpi, peluang, dan harapan tapi dia gag punya biaya. Dia harus berjuang keras sendirian seperti apa yang C lakukan, karena kebanyakan orang seperti D, enggan membantu C. Mungkin gaji yang diberikan oleh C engga sebanyak yang dikasi B. Mungkin.

Beberapa lama kemudian, layang-layang B tersangkut. Sama seperti ketika kita telah meraih cita-cita dan impian kita, nggak semuanya berjalan mulus setelah itu. Banyak yang harus dikerjakan untuk mempertahankan, karena mempertahankan lebih sulit dibandingkan ketika kita mencoba meraihnya. Selalu ada cobaan dan ujian di tiap langkah hidup kita dan itu memang selalu ada. Tinggal bagaimana kita menyikapinya.

Dan saat layang-layang itu tersangkut, si B kembali mengembalikan layang-layang pada si D. Dan di tangan D layang-layang itu masih bisa berjalan dengan baik, engga putus, dan terus terbang tinggi. Well, di dunia ini memang ada beberapa orang yang diberi kemampuan untuk selalu bisa mengatasi masalah. Dan apapun yang ada ditangannya selalu bisa ia selesaikan.

Dan setelah sekian lama mencoba, si C mampu menerbangkan layang-layangnya begitu tinggi ke langit biru. Terkadang, kita memang harus berusaha lebih keras dari yang lainnya untuk meraih apa yang kita cita-citakan.

Tak lama setelah itu layang-layang B yang sudah terbang lebih dulu pun putus. Dan memang, nggak ada yang abadi di dunia ini, roda terus berputar dan nggak selamanya kita berada di posisi atas. Ada masa ketika kita harus ada di bawah.

Dan kini tinggal layang-layang C yang terbang semakin tinggi. Well, terkadang memang kita harus menunggu agak lama untuk mendapatkan apa yang kita impikan. Karena disaat kita sedang menunggu, Tuhan sedang mempersiapkan yang terbaik untuk kita. Dan Tuhan nggak pernah mengingkari janjiNya. Tuhan tahu kapan saat yang tepat untuk Dia menjawab apa yang kita minta.

Sampai tadi gue pulang, si B belum kembali mencoba menerbangkan layang-layang baru dan layang-layang C tetap terbang mengelilingi langit biru.

Dan kini, gue mengerti, gue punya cita-cita, tapi gue belum berusaha sekeras apa yang dilakukan C. Gue stuck di tempat. Dan sekarang, gue akan berusaha keras buat ngeraih cita-cita gue. Gue punya layang-layang yang siap gue terbangkan, tinggal bagaimana gue memperlakukan layang-layang gue. Mau gue diemin, apa gue mulai berusaha buat menerbangkannya? Dan tentu, gue akan memilih mencoba menerbangkannya dan terus berusaha agar layang-layang itu bisa terbang tinggi ke langit. Sampai bisa terbang ke langit!

Well, gue akan mulai mengerjakan project gue untuk meraih impian gue malam ini!
Layang-layangku, bersiaplah melihat keindahan dunia dari atas sana karena gue akan mulai menerbangkanmu menuju langit biru!