It’s funny how day by day, nothing changes. But when you
look back, everything is different.
Pernahkah kau ketika akan beranjak tidur, sambil memandang
langit-langit kamar, kau berfikir bahwa waktu berjalan dengan cepat? Memory masa
lalu tiba-tiba terputar ulang di kepalamu.
Masa ketika kau masih kecil ketika kau merengek dibelikan
mainan atau coklat kesukaanmu. Masa ketika kau berseragam merah putih dan
menjahili teman-temanmu. Masa ketika kau tak lagi mau dianggap anak kecil
karena telah berseragam putih biru ketika mungkin kau mulai mengenal apa itu
jatuh cinta. Masa ketika kau mulai beranjak dewasa karena kini seragam putih
abu-abu dengan bangganya kau kenakan dan kamu mulai berfikir akan jadi apa kamu
nantinya. Kau akan berfikir tentang banyak profesi yang kemudian akan menjadi
pertimbanganmu mengenai jurusan apa yang nantinya akan kau pilih kelak di
bangku kuliah. Dan percayalah, putih abu-abu adalah masa terindah dalam
perjalanan panjang pendidikanmu, karena dunia kuliah dengan baju bebas yang kau
impikan dari dulu tak seindah yang kau bayangkan. Itu pendapatku.
Iya, terkadang aku teringat hal-hal kecil (atau mungkin
nantinya akan menjadi hal besar) yang telah aku lalui di masa lalu. Aku teringat
suatu ketika di depan sebuah rumah, mamaku berkata, “Mbak, rasanya baru kemarin
mama lihat kamu lari-larian di situ (sambil menunjuk halaman sebuah rumah),
sekarang kok udah wisuda aja. Itu yang mama pikirkan waktu lihat kamu wisuda.” Ucapan
mama hanya bisa kutanggapi dengan sebuah senyuman karena aku tak tahu harus
menjawab seperti apa.
Rumah bercat putih yang terletak persis di depan sebuah
Sekolah Dasar itu milik Budhe Kartini. Kata mama rumah itu sering menjadi
tempat bermainku di waktu kecil karena lokasinya yang tak jauh dari rumah
nenekku (karena waktu kecil aku masih tinggal serumah dengan nenek).
Mama mengatakan hal tersebut beberapa bulan setelah aku
wisuda, yang kata kebanyakan orang, setelah kamu wisuda kamu akan menghadapi
dunia yang sebenarnya. Aku tak tahu apa maksud mereka karena pikirku, selama
ini aku sudah berhadapan dengan dunia.
Hingga akhirnya aku tahu, perkataan mereka benar adanya. Skripsi
yang aku anggap jalan tersulitku waktu itu tak ada apa-apanya dengan apa yang
harus kujalani selanjutnya. Skripsi seolah menjadi batu kecil dibandingkan
dengan apa yang kualami kemudian. Aku mengibaratkan itu dengan sebuah
perjalanan panjang dimana sesekali aku bertemu dengan seseorang di persimpangan
jalan kemudian kami berpisah melanjutkan perjalan kami masing-masing untuk
menemukan persinggahan yang tepat untuk kami pada akhirnya. Ada beberapa yang
menemukan persinggahan mereka lebih dulu. Ada rasa iri ketika perjalanan mereka telah
usai pada sebuah tempat singgah sementara aku masih terus harus berjalan menemukan persinggahan yang tepat padahal aku melakukan perjalanan lebih dulu. Seringkali aku ingin
berhenti di tengah perjalanan, seringkali aku menangis, seringkali aku mengadu
pada Allah, seringkali ada rasa ingin menyerah, seringkali ada rasa lelah, tapi
dibalik itu, aku percaya bahwa selalu ada harapan, dan semua jerih payah yang
kulakukan akan terbayar lunas pada waktunya.
May 2015, perjalananku berhenti pada sebuah persinggahan. Mungkin bukan persinggahan yang aku cari, mungkin bukan persinggahan yang kuinginkan, mungkin bukan persinggahan yang kuharapkan. Tapi saat itu aku telah lelah berjalan dan aku merasa persinggahan itu sudah ditakdirkan untuk kusinggahi.
Di persinggahan ini aku menemukan keluarga baru, meski tak
sempurna, tapi aku merasa cukup dengan adanya mereka. Beberapa kali merasa
sakit hati, beberapa kali merasa ‘kok begini’, itu wajar dalam sebuah kehidupan
kan? Aku pernah berada di sebuah titik di mana aku tak lagi sanggup menghadapi
mereka, mungkin lebih kepada aku tak tahu kemana aku harus bercerita atau
tentang siapa yang bisa aku percaya. Tapi satu hal yang aku tahu, aku harus
tetap bertahan bagaimanapun keadaanku because
you never know how strong you are until being strong is the only choice you
have, don't you?
Semua yang sudah terjadi memberiku banyak pelajaran dan
pengalaman. Aku belajar tentang, ‘semua
ada waktunya’. Ada saat di mana aku harus berjalan dan di mana aku harus
berhenti. Aku juga belajar tentang menerima. Menerima apapun itu yang
ditakdirkan untukku karena percaya apapun yang terjadi telah diizinkan oleh
Allah. Dan semua yang terjadi adalah yang terbaik. Termasuk ketika aku bertemu
seseorang di dalam perjalananku yang ketika aku bertemu dengannya yang terpikir
olehku adalah, “Ke mana kamu selama ini?” karena di mataku dia sempurna. Tetapi
ketika Allah berkata, ‘tidak’, aku bisa apa? Setidaknya aku tahu, ternyata
hatiku belum rusak. Haha.
Well, tak terasa waktu berjalan cepat. Tak bisa kupungkiri
belum ada rasa puas atas apa yang aku capai selama ini (begitulah manusia). Masih
banyak mimpi, doa, dan harapan yang menunggu untuk kuwujudkan. Semoga Allah
mengabulkan. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar